Sabtu, 22 Oktober 2016

PERAN IBU DALAM LITERASI KEUANGAN SYARIAH BAGI ANAK

Abstrak

Pengajaran literasi keuangan sejak usia dini sangat penting untuk dilakukan di zaman yang sangat kompetitif dan sarat dengan konsumerisme. Dengan mengajarkan literasi keuangan sejak dini, diharapkan dapat menguatkan dasar pemahaman anak-anak terhadap nilai-nilai yang berhubungan dengan uang. Dan berharap, anak-anak sudah mulai memahami dari mana uang berasal, bagaimana mendapatkannya dengan benar, bagaimana sebaiknya mengelolanya. Tanggungjawab memberikan literasi keuangan kepada anak yang pertama adalah orang tua, atau ibu sebagai madrasatul ula. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa literasi keuangan anak akan bergantung pada tingkat pendidikan ibu / orang tua, semakin tinggi dan cakap seorang ibu terhadap keuangan maka semakin cakap ibu memberikan literasi keuangan syariah. Permasalahan keuangan yang terjadi pada anak dari orang tua adalah, orang tua terlalu mudah memenuhi keinginan anak, memberi uang kepada anak tanpa sebab, mengajarkan anak berbelanja barang-barang yang tidak jelas manfaatnnya, dan selalu menyenangkan anak dengan uang.   
Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif deskriptif dengan tekhnik pengumpulan data studi litelature. Langkah analisis data meliputi reduksi data, display data dan pengambilan kesimpulan. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa ibu perlu memperhatikan tingkat perkembangan anak sesuai usia dan masanya. Sehingga usia anak dalam menerima literasi keuangan dari ibu dibagi menjadi tiga tahap perkembangan yaitu perkembangan preschool, school age dan teenage. Langkah-langkah ibu dalam memberikan literasi keuangan kepada anak berdasarkan kepada empat hal yaitu pengelolaan pendapatan, pengelolaan pengeluaran, pengelolaan keinginan dan impian, dan pengelolaan surplus dan deficit.  Selain memberikan literasi tentang pengelolaan keuangan, ibu harus memberikan pemahaman spiritual kepada anak diantaranya nilai aqidah bahwa harta adalah milik Allah dan hanya Allah yang memberikan, anak hanya diamanahi untuk menggunakan harta sebaik baiknya. Nilai qanaah, nilai wasathon (tidak kikir dan berlebihan) nilai bersyukur dan nilai taubat.
1.      PENDAHULUAN (1)

Uang merupakan benda yang sangat berguna didalam kehidupan modern. Dapat dikatakan bahwa setiap orang membutuhkan uang untuk keberlangsungan hidupnya.  Setidaknya ada tiga (3) fungsi utama dari sebuah uang, yaitu sebagai unit penyimpan nilai atau  Store of Value, sebagai unit hitung atau Unit of Account dan sebagai media pertukaran atau Medium of Exchange (Mankiw, 2007). Adapun keuangan adalah seluk-beluk uang; urusan uang (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2015). Sedangkan menurut Lawrence J.Gitman dalam bukunya Principle of Managerial Finance menyatakan bahwa
Finance can be defined as the art and science of managing money. Virtually all individuals and organizations earn or raise money and spend or invest money. Finance is concerned with the process, institutions, market, and instruments involved in the transfer of money among and between individuals, businesses, and government”. (Lawrence J.Gitman ,2003:4).
Dari penjelasan di atas maka keuangan merupakan kegiatan pengelolaan uang dimulai dari perolehan sumber uang, pembelanjaan dan investasi atas uang yang dimiliki bagi perseorangan atau kelompok (organisasi) serta melibatkan pihak lain dalam pemenuhannya. Pengelolaan keuangan memegang peranan penting dalam kehidupan khususnya keluarga. Dengan pengelolaan yang baik maka tujuan keluarga akan terpenuhi karena pelaksanaan keuangan didasarkan kepada perencanaan keuangan yang baik. Semua anggota dalam keluarga perlu mengelola keuangannya masing-masing termasuk didalamnya anak. Mayoritas orang tua menghindari perbincangan tentang uang dengan karena mungkin begitulah cara orang tua dibesarkan. Atau orang tua tidak cukup kompeten untuk memberikan nasihat tentang keuangan kepada anak sehingga anak dijadikan sebagai penikmat uang yang diberikan orang tua, sehingga perilaku tersebut yang dapat membentuk perilaku konsumtif bagi anak. Oleh karena itu, literasi keuangan perlu diberikan kepada anak. Literasi diartikan sebagai “melek” atau   pengetahuan  keuangan, dengan  tujuan  mencapai  kesejahteraan  (Lusardi &Mitchell  2007).  
Berbagai kegiatan dilakukan dalam meningkatkan literasi keuangan bagi anak. Mulai dari usia dini sampai tingkat mahasiswa seperti yang dilakukan oleh Anggota Dewan Komisioner OJK Kusumaningtuti S. Soetiono, Dirjen Pendidikan Dasar Kemendikbud Hamid Muhammad, dan Direktur Consumer Banking Bank Mandiri Hery Gunardi menyaksikan siswa SDN 1 Menteng Jakarta mencoba permainan tentang keuangan saat sosialisasi tabungan simpanan pelajar di Jakarta (Paulus, 2015). Hal senada dilakukan oleh Bank BCA (Bank Central Asia)  memberikan edukasi langsung pada anak-anak tentang cara menabung di Minibank BCA KidZania dengan melakukan role play di Establishment Minibank BCA di KidZania melalui metode experiental dan fun learning (Hutauruk, 2015). Selain itu pula, hal yang sama dilakukan oleh Siswa Sekolah Dasar yang menunjukkan celengan saat mengikuti kegiatan pendidikan keuangan di SDN Cililitan. Kegiatan yang diprakarsai Citi Indonesia, Dinas Pendidikan DKI, dan Bank DKI ini dilakukan untuk meningkatkan kesadaran anak-anak terhadap pentingnya menabung dan membuat rencana keuangan di masa depan (Joanito, 2015).
Pengajaran literasi keuangan sejak usia dini sangat penting untuk dilakukan di zaman yang sangat kompetitif dan sarat dengan konsumerisme. Dengan mengajarkan literasi keuangan sejak dini, diharapkan dapat menguatkan dasar pemahaman anak-anak terhadap nilai-nilai yang berhubungan dengan uang. Dan berharap, anak-anak sudah mulai memahami dari mana uang berasal, bagaimana mendapatkannya dengan benar, bagaimana sebaiknya mengelolanya (Eko Adiwaluto, 2015).  Istilah lain yang digunakan dalam literasi keuangan adalah pendidikan keuangan, menurut   Beverly   dan   Clancy   (2001)   bahwa   pendidikan   keuangan   dalam   keluarga signifikan  dibutuhkan  untuk  mempersiapkan  anak  menjadi  cerdas  mengelola  uang  saku, menabung  dan  tidak  boros.  Selanjutnya,  kedua  peneliti  menjelaskan  bahwa  dalam keluarga anak - anak seringkali tidak dipersiapkan dengan pendidikan keuangan yang baik  sehingga  meningkatkan  peluang  anak  tumbuh  menjadi  dewasa  tanpa  pengetahuan  dan kemampuan mengatur uang dengan tepat. Namun pada umur berapakah seseorang dapat diberi edukasi pengelolaan keuangan dan bagaimana cara pengelolaannya? merencanakan edukasi pengelolaan keuangan dapat dilakukan sejak dini di usia anak dapat berhitung dan mengetahui cara mengatur keuangan. Usia paling tepat adalah saat anak berada di masa sekolah menengah seperti Sekolah Menengah Pertama atau Sekolah Menengah Atas.
Menurut Sundari (2012) mempersempit bahwa tujuan mengenalkan uang pada anak adalah anak tahu arti uang. Selain mengetahui bahwa uang adalah alat untuk menukar barang atau untuk urusan jual beli, anak pun diharapkan tahu makna yang lebih tinggi lagi dari uang, misalnya sebagai alat untuk kegiatan sosial, bersedekah, menolong sesama, dan lain sebagainya. Kedua, anak tahu darimana datangnya uang dan bagaimana cara mendapatkannya. Alangkah bijaknya orangtua yang menjelaskan pada anak darimana dan bagaimana cara mendapatkan uang. Anak tidak hanya sebatas tahu bahwa dapat mendapatkan uang dari orangtuanya saja, melainkan anak tahu gambaran bagaimana orangtuanya mendapatkan uang untuk kebutuhannya. Diharapkan anak lebih menghargai jerih payah orangtuanya dengan cara menghargai nilai uang itu sendiri melalui berhemat. Ketiga, anak tahu cara bijak menggunakan uang. Dari ketulusan anak yang dibina dan diarahkan dengan belajar menghargai jerih payah seseorang mendapatkan uang, akan membuka pikiran anak untuk menggunakan uang sebaik mungkin. Tentu saja hal ini memerlukan pelatihan yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan, tidak bisa instant (Sundari, 2012)
Penjelasan di atas mengemukakan bahwa literasi keuangan merupakan tanggungjawab seluruh elemen masyarakat. Contoh kasus di atas dilakukan oleh lembaga keuangan dan lembaga pendidikan terkait. Tanggungjawab memberikan literasi keuangan kepada anak yang pertama adalah orang tua, atau ibu sebagai madrasatul ula. Olive, O’Rourke, dan Collins (2011) menjelaskan pendidikan keuangan dibutuhkan oleh keluarga disebabkan mampu mendorong cara mengelola uang yang benar bagi orangtua. Keberadaan orangtua supaya menjadi terdidik dalam keuangan dibutuhkan untuk menjadi salah satu fondasi pengajaran pada anak. Dalam arti, orangtua yang terdidik dalam keuangan akan lebih mampu mendidik anak dibandingkan yang tidak. Selain itu, dijelaskan juga bahwa upaya menjadi orangtua terdidik dalam keuangan perlu dilakukan berkelanjutan supaya mampu mengajari anak untuk membuat tujuan keuangan dan bagaimana menyusun strategi mencapainya. Penelitian lain mengemukakan bahwa mengajari anak bagaimana mendapatkan uang dan menggunakannya perlu dilakukan oleh orangtua. Disebabkan karena memberikan modal pada anak untuk tumbuh berkembang menjadi dewasa. Anak-anak sering belajar tentang uang dapat dari berbagai sumber seperti televisi, teman-teman dan lain sebagainya. Apabila yang dipelajari dari berbagai sumber tersebut adalah cara mengelola uang yang benar maka akan menunjang perkembangan anak dan apabila yang dipalajri adalah yang kebalikannya maka anak akan tumbuh dengan pemahaman mengelola uang yang salah. Oleh karena itu, sebagai orangtua wajib mendidik anak tentang mengelola uang agar anak paham mengelola uang yang benar yang terindikasi dari keberhasilan membangun kebiasaan mengeluarkan uang dengan mempertimbangkan manfaat dibandingkan hanya keinginan saja (Investopedia, 15 November 2011).
Tanggung jawab orang tua dalam memberikan literasi keuangan kepada anak dikuatkan oleh penelitian Hira (1997) dalam Sabri dkk (2010) yang menyatakan bahwa anak akan berbeda perilakunya disebabkan oleh perbedaan cara orangtua mendidik. Mayoritas responden menjawab bahwa peranan ayah dan ibu sangat penting sebagai sumber yang mempengaruhi sikap dan keyakinan mengelola uang. Selanjutnya ditemukan juga bahwa cara berkomunikasi orangtua dan anak menentukan bagaimana cara anak mengelola uang dan peranan diskusi antara orangtua dan anak tentang keuangan menentukan pengetahuan anak mengelola uang. Semakin bagus melakukan diskusi tentang cara mengelola uang yang tepat maka semakin anak akan memahami cara mengelola uang yang benar.
Bahkan Islam sangat memperhatikan tentang keuangan keluarga dimana perekonomian keluarga muslim harus berdiri di atas nilai-nilai aqidah yang dimiliki parang anggota keluarga yang dapat terwujud melalui terpenuhinya kebutuhan spiritual diantaranya menyembah Allah, bertakwa, mengembangkan keturunan, serta keyakinan bahwa harta itu milik Allah. Oleh karena itu setiap anggota keluarga harus bekerja dan mencari nafkah sesuai syariat (Husain Syahatah, 1998:49). Kesalahan yang banyak terjadi dalam mengajarkan keuangan kepada anak adalah orang tua selalu memberi uang kepada anak tanpa sebab, mengajarkan anak berbelanja barang-barang yang tidak jelas manfaatnnya, dan selalu menyenangkan anak dengan uang (Poppi Yuditya, 2015).
Dari penjelasan di atas maka judul yang digunakan dalam penelitian ini adalah “Peran Ibu dalam literasi keuangan syariah”. Mengapa ibu yang dipilih menjadi informan literasi keuangan karena perempuan/wanita/ibu rumah tangga memiliki hak untuk menjalankan roda perekonomian (Husein Syahatah, 1998). Rumusan Masalah dan tujuan penelitian ini adalah  untuk mengetahui dan menganalisis peran ibu rumah tangga dalam literasi keuangan syariah pada anak.
2.         IBU DAN LITERASI KEUANGAN SYARIAH ANAK
2.1     Fungsi dan peran Ibu

Ibu diartikan sebagai wanita yang telah melahirkan seseorang; sebutan untuk wanita yang sudah bersuami; panggilan yang takzim kepada wanita baik yang sudah bersuami maupun yang belum; bagian yang pokok (besar, asal, dan sebagainya). Sedangkan Ibu rumah tangga adalah wanita yang mengatur penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga, istri (ibu) yang hanya mengurusi berbagai pekerjaan dalam rumah tangga (tidak bekerja di kantor) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://kbbi.web.id/ibu ). Adapun rumah tangga muslim adalah sekelompok individu yang terdiri atas orang tua dan anak-anak yang hidup bersama dalam suasana islami dan diikat oleh norma-norma keluarga muslim yang selalu mendasarkan berbagai perkara hidupnya pada syariat. Tujuannya adalah menciptakan kehidupan yang penuh rasa aman, tenteram kasih saya dan rahmat dengan mengharapkan Ridha Allah di dunia dan akhirat (HusainSyahatah, 1998:38).
Ibu memiliki tanggungjawab atas keluarganya sebagaimana hadist Rasulullah “istri adalah pemimpin rumah tangga suaminya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya (muttafaq ‘alaih). Tugas alami untuk pekerjaan ibu adalah mengurus rumah tangga, menjadi seorang istri, menjadi ibu dari anak-naknya, serta menjadi pendidik, pengatur, dan pemelihara rumah tangga (Husain Syahatah, 1998). Berdasarkan pembagian tugas, maka istri memiliki tugas sebagai (Herien Puspitawati, 2012:210-211) :
a)      Manajer rumah tangga
b)      Pendidik dan pengasuh anak-anak
c)      Menyiapkan perlengkapan yang diperlukan suami
d)      Istri memegang keuangan keluarga, menyimpan uang keluarga dalam tabungan di bank, dan mengkomunikasikan laporan keuangan keluarga kepada suami
e)      Melakukan perencanaan keuangan bersama suami
f)       Pengguna dan perencana sumber daya keluarga
g)      Monitoring, dan control terhadap semua penggunaan sumber daya

Peran ibu dalam perkembangan keluarga menurut Herien (2012) dibagi ke dalam lima tahapan perkembangan yaitu
a)      Tahapan perkawinan (married couple) : istri dan suami berperan dan bertugas untuk mengukuhkan perkawinan dan mulai melaksanakan komitmen sesuai dengan kontrak social perkawinan untuk menjalankan fungsi-fungsi keluarga
b)      Tahap mempunyai anak (childbearing) : istri dan suami berperan untuk menjalankan fungsi pengasuhan, pemeliharaan dan pendidikan anak-anaknya.
c)      Tahap anak berumur preschool (preschool age) : istri dan suami berperan untuk menjalankan fungsi pengasuhan, pemeliharaan dan pendidikan usia preschool. Mulai dipikirkan perencanaan keuangan untuk investasi anak dalam kesehatan dan pendidikan. Memerlukan kehadiran fisik seorang ibu saat anaknya masih kecil
d)      Tahap anak berumur sekolah dasar (school age) : istri dan suami berperan untuk menjalankan fungsi pengasuhan, pemeliharaan dan pendidikan usia sekolah dasar. Pendidikan anak menjadi lebih prioritas termasuk pendidikan dari sisi kognitif akademik meupun pendidikan karakter. Ibu dapat mendelegasikan tugas domestik kepada anak
e)      Tahap anak berumur remaja (teenage) istri dan suami berperan untuk menjalankan fungsi pengasuhan, pemeliharaan dan pendidikan usia sekolah menengah. Pendidikan anak akan menjadi lebih prioritas karena anak akan memasuki usia dewasa. Pada saat remaja membutuhkan financial yang semakin tinggi sehingga perlu optimalisasi fungsi ekonomi antara suami dan istri (Herien, 2012:294-295).   

Fenomena masyarakat terkait perempuan  dan keuangan yaitu 1) perempuan dianggap lebih pandai mengelola uang, 2) perempuan lebih stress dengan masalah keuangan, 3) penghasilan perempuan lebih rendah dari laki-laki, 4)  perempuan hidup lebih lama dan lebih miskin di masa pensiun, 5) perempuan lebih konservatif dalam berinvestasi, 6) perempuan memiliki peranan yang lebih besar dalam pendidikan,dan 7) kebiasaan belanja yang berbeda antara perempuan dan laki-laki (Ahmad Gozali, 2006).

2.2                                      Model literasi keuangan syariah bagi anak

Literasi keuangan  menurut Otoritas Jasa Keuangan dibagi menjadi tigal hal yaitu : (1)Well literate : memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan, serta memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan, (2) Sufficient literate : memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan dan (3) Less literate : tidak memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan, serta tidak memiliki keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan (www.ojk.co.id , 2013).
Pengenalan keuangan kepada anak bisa dimulai sejak usia dini. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa pengenalan uang dapat diberikan saat anak mulai bisa membaca dan berhitung berkisar usia 4 tahun. Namun, pengenalan uang sedini itu juga dapat dilakukan dengan cara :
a)      Mengenalkan bentuk uang terlebih dahulu, misalnya menyelipkan uang diantara mainan-mainan anak sehingga pelajaran mengenal bentuk dan warna uang menjadi kegiatan menyenangkan. Dari bentuk akan dibagi menjadi dua yaitu bentuk persegi dan bulat dan bahannya ada kertas dan logam.
b)      Mengajarkan tentang besar kecilnya nilai uang mulai dari pecahan terkecil sampai terbesar, sekaligus mengajarkan matematika secara sederhana
c)      Mengajak anak berbelanja ke supermarket atau warung sebagai langkah awal mengajarkan konsep uang kepada anak (Seto dan Lutfi, 2012:38)

Apabila usia anak sudah mencapai 5 tahun ke atas, maka dapat dilakukan hal-hal berikut dalam rangka literasi keuangan kepada anak, antara lain :
a)      Mengajak anak ikut serta dalam menetapkan tujuan keuangan keluarga, misalnya dalam jangka waktu setahun kapan anak boleh membeli mainan, buku atau barang yang disukai anak dengan merumuskan tujuan yang spesifik, terukur, dapat dicapai,realistis dan jangka waktu (Seto dan Lutfi, 2012:44).
b)      Memberikan tanggung jawab kepada anak tentang tujuan yang sudah ditetapkan.
c)      Ajari anak untuk mengambil keputusan keuangan dengan cara : menetukan tujuan, menentukan kriteria, membuat beberapa pilihan, mengambil kesimpulan awal, membuat keputusan dan diakhiri dengan evaluasi keputusan (Seto dan Lutfi, 2012:46).
d)      Membuat sistem dan peraturan keuangan dengan anak diantaranya dengan metode celengan, metode amplop, menggunakan Microsoft excel (jika anak sudah terbiasa), atau menggunakan software perencanaan keuangan. Sistem ini harus jelas, spesifik, dapat dijalankan, konsisten dan tidak membuat anak susah (Seto dan Lutfi, 2012: 75).
e)      Menyusun daftar pemasukan dan pengeluaran
f)       Membuat anggaran keuangan
g)      Mengajarkan anak untuk menabung dan berinvestasi

Pada usia pra sekolah (4 tahun), perkembangan sosial anak sudah tampak jelas karena mereka sudah aktif berhubungan dengan teman sebaya. Tanda perkembangan social anak tahap ini adalah
a)      Anak mulai mengetahui aturan-aturan baik di lingkungan keluarga atau lingkungan bermain
b)      Sedikit demi sedikit anak mulai tunduk pada peraturan
c)      Anak mulai menyadari hak dan kepentingan orang lain
d)      Anak mulai dapat bermain bersama (Syamsu Yusuf, 2012:171)

Dengan kata lain, secara perkembangan social maka anak umur 4 tahun sudah dapat menerima pengenalan keuangan secara sederhana dan menyenangkan. Sedangkan untuk anak usia sekolah dasar (6-12 tahun), dari segi perkembangan intektual mampu mengklasifikasikan, menyusun, atau mengasosiasikan angka-angka atau bilangan. Kemampuan yang berkaitan dengan perhitungan (angka) seperti menambah, mengurangi, mengalikan, dan membagi serta mampu melakukan problem solving (Syamsu Yusuf, 2012: 178). Oleh karena itu, pada usia ini anak dapat diberikan tugas dan peran dalam merencanakan kebutuhan dan keinginan anak terkait keuangan. Sedangkan untuk anak usia remaja (12-22 tahun), dari segi perkembangan intelektual anak sudah dapat memecahkan suatu masalah dan dapat melakukan hipotesa. Namun, secara emosional anak remaja sedanga mengalami puncak emosionalitas yaitu perkembangan emosi yang tinggi. Dan secara perkembanagan social anak remaja sudah mampu untuk memahami orang lain (Syamsu Yusuf, 2012). Jika diakitkan dengan literasi keuangan, maka usia anak remaja sudah dapat diberikan pemahaman terkait perencanaan, pengelolaan keuangan mandiri. Bahkan diajarkan tentang nilai-nilai ekonomi lainnya seperti menabung, investasi, bekerja, bahkan peduli social dengan mengeluarkan zakat. 
Sebagai muslim maka dalam melakukan pengenalan keuangan kepada anak harus sejalan dengan prinsip syariah Islam. Hal yang perlu diperhatikan menurut Husain Syahatah (1998: 61-92) antara lain
a)      Memupuk aqidah anak, bahwa harta adalah milik Allah SWT dan manusia hanya sebagai pemegang amanah. Hal ini menghindari sikap konsumtif dan lebih mencintai harta.
b)      Harta akan dihisab di yaumil qiyamah sebagaimana  Hadist Riawayat Tirmizi
Kedua telapak seorang hamba tidak akan lepas (dari titian) pada hari kiamat sebelum dia ditanya mengenai empat hal, diantaranya tentang harta dari mana dia peroleh dan untuk apa dia nafkahkan (HR.Tirmidzi)
c)      Memiliki sifat qanaah (menerima apa yang Allah berikan) sebagaimana hadist Muttafaq ‘alaih
Sungguh beruntung orang yang beriman, dan Allah memberinya rezeki yang cukup” artinya seseorang tidak lagi merasa kekurangan dengan harta yang sedikit dan tidak pula boros ketika harta sudah banyak (Luqyan, 2012:9)
d)      Bersikap pertengahan, tidak berlebihan dan tidak pula kikir sebagaimana dalam Quran Surat  Al-Furqon ayat 67 :
  Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak pula kikir, dan adalah (pembelanjaan) itu di tengah-tengah antara yang demikian.”

Serta hadist Rasulullah “makan dan berpakaianlah sekehendakmu, tetapi dengan tidak berlebihan atau hanya mengira-ngira”(muttafaq ‘alaih).

Sifat pertengahan pula diamalkan dalam bersikap untuk seimbang dalam pemenuhan kebutuhan dunia dan akhirat sebagaimana Quran Surat al-Qashah ayat 77

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.

Dan hadist Rasulullah yang menyatakan
Allah akan memberikan rahmat kepada orang yang berusaha dengan halal, membelanjakan harta dengan hemat dan dapat menyisihkan uang pada saat dia fakir dan membutuhkan” hadis ini menjelaskan bahwa manusia perlu menyisihkan uangnya untuk mempersiapkan diri dalam keadaan fakir artinya Islam sangat menganjurkan untuk menabung dan berinvestasi.

Pada sikap pertengahan anak perlu dilatih anak untuk berbagi dengan sesame. Orang tua akan senang melihat ananknya mau berbagi dengan orang lain, artinya anak mampu melakukan interaksi social dengan lingkungannya dan memiliki kecerdasan antarpersonal. Namun, adapula anak yang tidak mau berbagi karena telah tumbuh persaingan dalam diri anak dan sikap membeda-bedakan yang diberikan orang tua sehingga anak cenderung memainkan strategi “selamatkan diri masing-masing dan ia menutup diri dari orang lain. Pendidikan yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan sikap mau berbagi adalah dengan memberikan sesuatu kepada tetangga atau anak tetangga, bersedekah kepada fakir miskin dan meminjamkan sesuatu kepada orang lain. Berikan pemahaman kepada anak, ketika memberikan pinjaman kepada orang lain bahwa hal itu bersifat sementara, dan sesuatu yang dipinjamkannya merupakan miliknya (Bambang, 2006: 20).


e)      Berdiri di atas usaha yang baik sebagaimana Allah jelaskan dalam QS.Al-Baqarah ayat 17

Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.

Dan hadist Rasulullah “Barang siapa berusaha dari yang haram kemudian menyedekahkannya, maka dia tidak mempunyai pahala dan dosa tetap atasnya.” (HR.Abu Hurairah)
f)       Memprioritaskan kebutuhan primer, Islam telah merumuskan tujuan hidup yang jelas disebut maqashid syariah, ada tiga dimensi yang dapat dijelaskan terkait pemenuhan kebutuhan maqashid syariah yaitu
a.       Sesuatu yang pokok atau necessity (dharuriyyat)
b.      Kebutuhan yang bersifat sekunder atau needs (hajiyyat), dan
c.       Semua yang bersifat pelengkap kehidupan/barang mewah atau luxuries (tahsiniyyat) (Luqyan, 2013)

g)      Memberikan pemahaman bahwa seorang laki-laki memiliki tanggungjawab untuk memberi  nafkah sebagaimana QS.Annisa ayat 34
“ kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). ……

 Dan perempuan bertanggung jawab mengatur keuangan rumah tangga sebagaimana hadist “apabila seorang istri menafkahkan makanan rumah tangga dengan tidak bermaksiat, maka dia mendapat pahala dari apa yang diusahakan, demikian pula suami mendapatkan pahala dari apa yang diusahakannya, demikian pula pelayan mendaptakan pahala dan pahal mereka tidak dikurangi sedikitpun” (HR.Thabrani).

h)      Bekerja sesuai dengan batas kemampuan, sebagaimana QS.al-baqarah ayat 286
ŸAllah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. ………"

i)        Melatih anak bekerja, sebagaimana QS.Annisa ayat 6

Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa (membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut. kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah sebagai Pengawas (atas persaksian itu).

Melatih anak untuk bekerja dapat dimulai dari usia tujuh tahun, karena anak sudah siap menerima nasihat dan bimbingan. Sebagaimana hadist “ perintahkan mereka mengerjakan sholat ketika berusia tujuh tahun dan pukullah mereka apabila meninggalkan sholat berusia sepuluh tahun”.

Seorang anak diajarkan untuk bekerja agar mereka terhindar dari sikap meminta-minta. Karena Allah SWT telah melarang untuk meminta-minta, hal ini dijelaskan dalam QS al-jumuah ayat 10 :
“Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.

Hal ini dikuatkan oleh hadist Rasulullah saw, “sekiranya seorang dari kalian mengambil talinya, lalu memanggul kayu bakar di atas punggungnya adalah lebih baik baginya dari pada minta-minta kepada orang, baik mereka memberi atau menolaknya.”(HR.Bukhori). dan juga hadist Rasulullah saw,  “ tidaklah ada makanan yang lebih baik daripada makanan hasil jerih payahnya sendiri dan sesungguhnya Nabi Dwaud makan dari hasil jerih apyahnya sendiri” (HR. Bukhori, Ahmad dan Ibu majah)(Abdullah Nasih Ulwan, 1999:597-598).

Selain itu, dengan melatih anak bekerja maka mengajarkan anak untuk tidak terbiasa mencuri. Pelanggaran terhadap hak orang lain yaitu mencuri, termasuk kategori perilaku yang mencemaskan orang tua. Anak usia dini akan berproses memahami sesuatu sebagai miliknya atau milik orang lain. Oleh karena itu, ketika masih berusia dibawah tiga tahun sangat mungkin mereka merebut mainan temannya atau membawa pulang barang-barang dari rumah orang lain tanpa sepengetahuan orang tua. Hal ini sibeut sifat egosentris anak yang merasa sesuatu yang disukainya adalah miliknya. Pada tahap selanjutnya orang tua harus menyadari tindakan mencuri sebagai kenakalan dan kejahatan. Jika mencuri sebagai sebuah petualangan seperti mencuri manga tetangga, mengambil mainan teman maka dikategorikan sebagai perbuatan jahil dan iseng. Perilaku ini akan berubah menjadi kejahatan manakala tidak dicegah sejak dini, jika dibiarkan maka mencuri dilakukan tanpa rasa takut dan rasa bersalah, seperti kasus yang banyak terjadi saat ini adalah korupsi (Bambang Trim, 2006:31-32).

Langkah sederhana yang bisa dilakukan dalam mengelola keuangan anak yaitu dengan memenuhi komponen pengelolaan keuangan berikut :
no
Komponen pengelolaan
Focus dan perencanaa
1
Pendapatan (managing income)
·         Niat yang benar karena Allah
·         Focus pada sumber yang halal
·         Memulai pekerjaan di waktu pagi
·         Menyambung silaturahim
2
Pengeluaran (managing needs)
·         Prioritas
·         Halal dan thayyib
·         Kontribusi zakat, infak, shodaqoh, wakaf, dan waris
·         Qanaah
3
Impian dan keinginan (managing dreams)
·         Budgeting
·         Muhasabah dan tobat
4
Mengelola surplus dan defisit
Banyak bersyukur
5
Managing contigency
Investasi, budgeting, asuransi & dana pension serta dana pendidikan
Sumber : Luqyan, 2012:13

Pengelolaan pendapatan, maka anak akan memiliki literasi sumber pendapatan anak antara lain uang jajan, uang hadiah, uang pinjaman, upah bekerja dan uang saku.  Pengelolaan pengeluaran dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu pengeluaran tetap (jumlahnya tetap setiap dikeluarkan), pengeluaran variabel (pengeluaran yang jumlahnya berbeda-beda), dan pengeluaran periodic (pengeluaran yang tidak setiap bulan dikeluarkan dan jumalahnya bisa tetap atau berubah-ubah). Bantulan a nak dengan membuat anggaran pengeluaran dengan metode 10/10/10/70 arti angka ini adalah besaran presentase pembagian dati total uang saku yang diperolehnya. Artiya 10% pay your soul first (beramal), 10% pay your safe first (menabung), 10% pay yourself fisrt (investasi) dan 70% pengeluaran. Untuk pengelolaan keinginan dan dreams perlu difahami perbedaan kebutuhan dan keinginan (wants). Keinginan merupakan hal-hal yang kita inginkan untuk melengkapi kehidupan kita bisa dikarenakan memberi kenyamanan atau memperindah lingkungan sekitar. Wants adalah semua kebutuhan yang mempunyai dimensi secondary/ atau sebagian besar dari hajiyyat atau tahsiniyyat. Tidak ada batasan yang mengatur wants, namun yang perlu diperhatikan adalah rambu-rambu isyraf (berlebihan) dan mubazir serta tidak melalaikan kita dari tugas utama sebagai hamba Allah. Contoh keinginan anak diantaranya membeli mainan, aksesoris sekolah, aksesoris pakaian, dan alat komunikasi. Sebelum melakukan pengelolaan keinginan, maka perlu diperhatikan estimasi biaya, jangka waktu dan strategi untuk merealisasikan mimpi/keinginan  tersebut. Pengelolaan selanjutnya adalah pengelolaan surplus dengan menabung dan pengelolaan deficit dengan mengurangi pengeluaran rutin, meningkatkan pendapatan atau langkah akhir adalah meminjam kepada orang lain. Pengelolaan terakhir adalah pengelolaan hal yang tak terduga, dalam hal ini anak belum perlu untuk mengalokasikan dana tak terduga karena masih merupakan kewajiban orang tua (Luqyan, 2012).

Berkaitan dengan literasi keuangan bagi anak, maka ada beberapa hal yang perlu dihindari dalam literasi keuangan kepada anak yaitu
a)      Bertransaksi nontunai di depan anak tanpa penjelasan yang memadai
b)      Menjadikan uang saku sebagai alat kendali anak
c)      Menjadikan topic keuangan sebagai suatu hal yang tabu untuk dibicarakan (Ahmad Gozali, 2006)

3.         Metodologi
3.1     Metode Penelitian

Metode penelitian merupakan langkah – langkah untuk memperoleh ilmu. Terdapat tiga tingkatan penelitian untuk mewujudkan sebuah ilmu yaitu pertama, penelitian dalam upaya mencari masalah/menjajaki masalah disebut penelitian eksploratif. Kedua, penelitian dalam upaya mengembangkan masalah disebut penelitian pengembangan dan ketiga, penelitian dalam upaya menguji jawaban terhadap masalah disebut penelitian verfikatif. Turunan dari tiga metode ini adalah beberapa pendekatan penelitian diantaranya adalah penelitian deskriptif.. Penelitian deskirptif bertujuan membuat deskripsi mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat suatu populasi atau daerah tertentu secara sistematik, factual dan teliti. (Subyantoro, 2007:28).
Metode penelitian yang digunakan penulis adalah metode penelitian eksploratif dengan bentuk deskriptif kualitatif. Metode kualitatif adalah metode yang berpangkal dari peristiwa social yang pada hakekatnya tidak bersifat eksak. Metode kualitatif lebih menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah daripada melihat permasalahan untuk penelitian generalisasi. Metode penelitian ini lebih suka menggunakan teknik analisis mendalam ( in-depth analysis ), yaitu mengkaji masalah secara kasus perkasus. Tujuan dari metodologi ini bukan suatu generalisasi tetapi pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah (Sumanto, 1995).
Sugiyono (2011:15), menyimpulkan bahwa metode penelitian kulitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, (sebagai lawannya eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2011). Metode penelitian ini menggunakan cara berfikir induktif dimana pengolahan dan analisis data diambil dari lapangan akan diselaraskan dengan teori yang mendukung. Dengan menggunaka tekhnik pengumpulan data book survey/ study litelature.

3.2  Analisis Data

Menurut Tjutju Soendari, ada beberapa tahapan analisis data kualitatif yaitu reduksi data, display data, kesimpulan dan verifikasi. Pertama adalah reduksi data yaitu melakukan pemilihan tentang relevan tidaknya antara data dengan tujuan penelitian. Informasi dari lapangan sebagai bahan mentah diringkas, disusun lebih sistematis, serta ditonjolkan pokok-pokok yang penting sehingga lebih mudah dikendalikan (Tjutju, 2010) . Reduksi data diartikan secara sempit sebagai proses pengurangan data, namun dalam arti yang lebih luas adalah proses penyempurnaan data, baik pengurangan terhadap data yang kurang perlu dan tidak relevan, maupun penambahan terhadap data yang dirasa masih kurang. Penyajian data merupakan proses pengumpulan informasi yang disusun berdasar kategori atau pengelompokan-pengelompokan yang diperlukan. Langkah – langkah reduksi data yaitu membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat partisi, dan menulis Memo.

Tahap kedua adalah display data yaitu Display data untuk dapat melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari gambaran keseluruhan. Pada tahap ini peneliti berupaya mengklasifikasikan dan menyajikan data sesuai dengan pokok permasalahan yang diawali dengan pengkodean pada setiap subpokok permasalahan. Untuk memudahkan memperoleh kesimpulan dari lapangan, maka dibuat matrik atau bagan (Tjutju, 2010).  Interpretasi data merupakan proses pemahaman makna dari serangkaian data yang telah tersaji, dalam wujud yang tidak sekedar melihat apa yang tersurat, namun lebih pada memahami atau menafsirkan mengenai apa yang tersirat di dalam data yang telah disajikan. Tahap ketiga adalah penarikan kesimpulan/verifikasi merupakan proses perumusan makna dari hasil penelitian yang diungkapkan dengan kalimat yang singkat-padat dan mudah difahami, serta dilakukan dengan cara berulangkali melakukan peninjauan mengenai kebenaran dari penyimpulan itu, khususnya berkaitan dengan relevansi dan konsistensinya terhadap judul, tujuan dan perumusan masalah yang ada.

4.      PERAN IBU DALAM LITERASI KEUANGAN SYARIAH BAGI ANAK

Literasi keuangan yang diatur oleh otoritas Jasa Keuangan (OJK) terdiri dari tiga tahapan. Tahapan untuk anak-anak berada pada tahapan less literate bagi anak usia dini (4 tahun). Komposisi literasi keuangan meliputi pengetahuan, keyakinan dan keterampilan atas produk keuangan. Literasi anak usia dini belum memiliki pengetahuan sama sekali terhadap keuangan sehingga ibu berperan dalam memberikan pemahaman da literasi keuangan kepada anak di usia 3-5 tahun dengan langkah :
a)       Mengenalkan bentuk uang yang terdiri dari bentuk persegi panjang dan bulat
b)      Mengenalkan bahan uang yaitu ada yang terbuat dari logam dan kertas
c)      Mengenalkan bahwa uang merupakan sesuatu yang bernilai sehingga anak tidak boleh merusak uang (apalagi menyobeknya)
d)      Mengajarkan kepada anak nilai nominal uang dari pecahan terkecil sampai terbesar dengan memberikan ciri perbedaan warna pada setiap pecahan uang
e)      Bermain peran dengan anak yang melibatkan uang seperti peran penjual dan pembeli. Uang yang digunakan dapat uang mainan yang warna, dan gambarnya mirip dengan uang asli. Hal ini dilakukan sebagai pengenalan anak terhadap uang
f)       Ajak anak untuk pergi ke warung atau supermarket dan berikan kepercayaan kepadanya untuk memberikan uang sendiri kepada kasir atau pedagang.
g)      Mengajarkan kepada anak untuk mengeluarkan uang sesuai apa yang dia miliki, misal anak diberikan uang Rp.2000, maka berikan pemahaman bahwa anak tidak boleh membeli makanan melebihi uang tersebut.
h)      Mendampingi anak ketika akan membeli makanan ke warung karena pada usia ini anak masih membutuhkan kehadiran secara fisik seorang ibu
i)        Mengajarkan kepada anak untuk berbagi dengan sesama, tidak boleh kikir atau berlebih lebihan
j)        Mengajarkan konsep kepemilikan kepada anak, bahwa tidak semua yang dia senangi merupakan miliknya
k)      Tidak membiasakan memberikan uang jajan kepada anak, atau tidak membiasakan membeli barang kepada pedagang yang melewati rumah. Ajarkan anak, bahwa tidak semua pedagang yang melewati rumah harus dibeli barangnya. Dan  ajarkan konsep pemenuhan kebutuhan (dhorury, hajjiy dan tahsiny) misal, 10 menit yang lalu anak sudah makan nasi, kemudian datang pedagang cilok dan anak meminta uang untuk membeli cilok maka ibu perlu memberikan pemahaman bahwa perut anak masih kenyang dan tidak mungkin saat ini langsung makan cilok. Ajarkan pula konsep halal dan thayyib, dengan memakan cilok mungkin akan halal hukumnya dan belum tentu thoyyib karena dapat menyebabkan perut anak sakit.
l)        Biasakan anak untuk mengucapkan syukur “Alhamdulillah” atau terima kasih kepada Allah swt dalam doa setelah sholat dan ucapan terima kasih kepada orang yang telah memberi uang kepada anak.

Adapun peran ibu dalam literasi keuangan untuk anak usia 6-12 tahun adalah sebagaimana langkah literasi untuk usia 3-5 tahun ditambah langkah-langkah berikut :
a)      Memberikan kepercayaan kepada anak untuk membelikan sesuatu ke warung sendiri tanpa didampingi ibu dengan cara membuat note kecil yang berisi apa saja yang harus dibeli. Misalnya ibu menyuruh anak untuk membeli garam dan gula di warung.
b)      Melakukan pengecekan antara note dan uang yang dipegang anak setelah membeli  barang, jika kembaliannya ada selisih kurang atau lebih maka perlu di cek kembali dengan bertanya kepada anak dan cek kepada pedagang langsung
c)      Mulai memberikan uang saku kepada anak, ajarkan anak untuk mengelola uang saku dengan mengeluarkan terlebih dahulu untuk menabung sehingga ibu perlu memberi anak celengan, atau memberi buku tabungan dan disimpan di ibu. Selain menabung anak perlu diajarkan untuk shadaqah, dengan cara mengajak anak mengunjungi lembaga amil zakat terdekat dan meminta celengan atau kotak untuk diisi nantinya oleh anak. Dan sisanya boleh anak gunakan untuk keperluan pribadi (termasuk di dalamnya untuk jajan).
d)      Ajari anak untuk bersama sama membuat anggaran keuangan pribadi. Catat semua pendapatan dan pengeluaran yang anak lakukan pada setiap minggu. Kemudian ajak anak untuk mengevaluasi anggarannya di akhir pekan. Misal, hari ahad ajak anak untuk membuat anggaran, dari mana saja sumber pendapatannya misal uang saku dan upah bekerja. Selanjutnya buat pula pos pengeluaran sebagaimana pada poin sebelumnya. Dan pada hari ahad berikutnya buatlah evaluasi anggaran. Hiasi catatan /buku anggaran anak dengan gambar gambar yang membuat anak senang membuka dan menulis di atas buku tersebut.
e)      Mengajak anak untuk mengunjungi bank, jika celengannya sudah penuh
f)       Ajari anak untuk belajar mengelola keinginan dan impiannya seperti, anak ingin punya sepeda baru maka buatlah perencanaan keuangan untuk memperoleh brang tersebut dengan menabung. Misal komposisi presentase pengemluaran untuk menabung ditabah menjadi 30% dan mengurangi pos pengeluaran pribadi.
g)      Ajarkan kepada anak, bahwa yang memberikan uang atau harta yang dimiliki anak adalah Allah swt bukan ibu atau ayahnya sehingga menanamkan aqidah yang baik kepada anak
h)      Berikan pemahaman bahwa harta atau uang yang dimiliki anak bersifat sementara, hal ini mendidik anak bersifat sabar ketika hartanya hilang dan akan bertanggungjawab atas harta yang dimiliki karena itu merupakan amanah dari Allah swt. Anak tidak akan mudah merusak atau bahkan membuang barang yang dimilikinya.

Literasi keuangan anak usia remaja sekiatar usia 13-22 tahun adalah dengan melakukan langkah-langkah di usia preschool dan school age ditambah langkah-langkah berikut :
a)      Ajak anak untuk bekerja, atau berdagang. Ibu bisa membantu anak membuatkan makanan dan selanjutnya dijual oleh anak kepada orang lain. Hal ini dapat menumbuhkan jiwa  dan mandiri. Serta menjadikan anak memiliki inovasi dan kreatifitas yang  tinggi. Ibu mendampingi dan membantu untuk memperoleh barang yang akan dijual. Misal, ibu memberi modal kepada anak berupa barangnya atau berupa uangnnya. Selanjutnya anak diberikan wawsan tentang bagi hasil dari modal yang sudah ibu berikan. Keuntungannya disimpan dalam tabungan dan dapat dijadikan modal tambahan anak.
b)      Ajak anak untuk memikirkan kegiatan spiritual seperti melaksanakan kurban, umroh. Ajak anak menabung untuk kegiatan tersebut. Hal ini meningkatkan emosional dan spiritual anak.
c)      Berikan wewenang kepada anak utnuk mengelola keuangan sendiri, dan berikan kepercayaan kepada anak bahwa ibu harus tetap mengawasi keuangan anak
d)      Ajarkan anak untuk membuat prioritas dalam pos pengeluaran
e)      Latih anak untuk membuat keputusan dalam keuangan
f)       Ajarkan anak untuk bersikap qanaah, karena terkadang keinginan usia remaja lebih tinggi dabnding dengan kebutuhannya
g)      Ajarkan kepada anak untuk selalu bersyukur dalam kondisi surplus dan deficit. Jika anak mengalami kondisi deficit  berikan pemahaman dalam pengelolaan hutang. Jangan samapai anak berhutang dengan nominal melebihi pendapatannya. Sebaiknya ibu menjadi investor pertama yang memberikan pinjaman kepada anak dalam kondisi saat mendesak. Tidak membiasakan anak, pinjam kepada orang lain.
h)      Jika anak melakukan kesalahan, karena usia remaja merupakan puncak dari emosional yang tinggi. Ajak anak untuk muhasabah dan bertobat

5.      KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa ibu perlu memperhatikan tingkat perkembangan anak sesuai usia dan masanya. Sehingga usia anak dalam menerima literasi keuangan dari ibu dibagi menjadi tiga tahap perkembangan yaitu perkembangan preschool, school age dan teenage. Langkah-langkah ibu dalam memberikan literasi keuangan kepada anak berdasarkan kepada empat hal yaitu pengelolaan pendapatan, pengelolaan pengeluaran, pengelolaan keinginan dan impian, dan pengelolaan surplus dan deficit.  Selain memberikan literasi tentang pengelolaan keuangan, ibu harus memberikan pemahaman spiritual kepada anak diantaranya nilai aqidah bahwa harta adalah milik Allah dan hanya Allah yang memberikan, anak hanya diamanahi untuk menggunakan harta sebaik baiknya. Nilai qanaah, nilai wasathon (tidak kikir dan berlebihan) nilai bersyukur dan nilai taubat.

6.      UCAPAN TERIMA KASIH

Ucapan terima kasih peneliti sampaikan kepada :
a.        pihak penyelenggara call for paper yang sudah menerima abstrak peneliti sehingga peneliti dapat berbagi ilmu kepada semua pihak
b.      Pihak universitas yag telah memberikan dukungan materil dan moril dalam rangka peningkatan kualitas penelitian dosen
c.       Kepada keluarga yang sudah membantu, bersabar dan ikhlas meluangkan waktunya untuk menyusun penelitian ini
d.      Dan kepada semua pihak yang tdaik dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penelitian ini

7.      DAFTAR PUSTAKA

Adiwaluyo, Eko. (2015). Mengapa Literasi Keuangan Perlu Ditanamkan Sejak Dini? http://marketeers.com/article/mengapa-literasi-keuangan-perlu-ditanamkan-sejak-dini.html
De Saojoao, Joanito. (2015). Pendidikan Literasi Keuangan Anak Usia Dini , http://www.beritasatu.com/galeri-foto/4195-pendidikan-literasi-keuangan-anak-usia-dini.html
Ghozali, Ahmad. (2006). Cashflow for woman : Menjadikan perempuan sebagai manajer keuangan keluarga paling top. Jakarta: Hikmah populer
Hutauruk , Chiquita Olivia Riama.(2015). BCA dan KidZania Beri Edukasi Literasi Keuangan Anak Usia Dini.  http://www.beritasatu.com/bank-dan-pembiayaan/297934-bca-dan-kidzania-beri-edukasi-literasi-keuangan-anak-usia-dini.html
Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://kbbi.web.id/ibu
Mulyadi, Seto dan Lutfi Trisandi Rizki,(2012). Financial Parenting : menjadikan anak cerdas dan cermat mengelola uang. Jakarta : Noura Books
Olive, P. O’Rourke, C. & Collins, J. M. (2011). Money $mart in Head Start: Financial Education and Outreach with Head Start Families. CFS Issue Brief 2011-6.2
Puspitawati, Herien. (2012). Gender dan Keluarga : Konsep dan realita di Indonesia. IPB Press: Bogor
Rudi Saktiawan, Iwan.(2009). Islamic Financial Planning : Dialog Taktis menyiasati krisis. Bandung : Madani Prima
Subiyantoro, Arief. (2007). Metode dan Tekhnik Penelitian Sosial. Yogyakarta : Andi OFFset
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaf, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta
Sumanto.M.A.(1995). Metodologi Penelitian Sosial Dan  Pendidikan. Yogyakarta : Andi Offset
Sundari, B. Y.( 2012). Mengenalkan Uang pada Anak. Swadaya-31 KotaSantri.com © 2002-2013
Syahatah, Husein. (1998). Ekonomi Rumah Tangga Muslim. Bandung: Gema Insani Press
Tamanni, Luqyan. dan Murniati Mukhlisin. (2013). Sakinah Finance: Solusi Mudah Mengatur Keuangan Keluarga Islami.Solo : Tirta Medina
Trim, Bambang. (2006). Meng-install akhlak mulia : buku panduan manajemen anak untuk para orang tua yang hendak menjemput syurga bersama buah hatinya. Bandung : MQ Publishing
Ulwan, Abdullah Nashih. (1999). Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta : Pustaka Amani
Yoga, Paulus. 2015. literasi keuangan anak. http://infobanknews.com/literasi-keuangan-anak/
Yuditya, Poppy. 2015. Mengajarkan anak tentang uang. https://ourlittlenotes.wordpress.com

Yusuf, Syamsu. 2012. Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung : Rosda Karya

up to date

PERAN IBU DALAM LITERASI KEUANGAN SYARIAH BAGI ANAK

Abstrak Pengajaran literasi keuangan sejak usia dini sangat penting untuk dilakukan di zaman yang sangat kompetitif dan sarat dengan ko...