Abstrak
Pengajaran literasi keuangan
sejak usia dini sangat penting untuk dilakukan di zaman yang sangat kompetitif
dan sarat dengan konsumerisme. Dengan mengajarkan literasi keuangan sejak dini,
diharapkan dapat menguatkan dasar pemahaman anak-anak terhadap nilai-nilai yang
berhubungan dengan uang. Dan berharap, anak-anak sudah mulai memahami dari mana
uang berasal, bagaimana mendapatkannya dengan benar, bagaimana sebaiknya
mengelolanya. Tanggungjawab memberikan literasi keuangan kepada anak yang
pertama adalah orang tua, atau ibu sebagai madrasatul ula. Beberapa penelitian
menyebutkan bahwa literasi keuangan anak akan bergantung pada tingkat
pendidikan ibu / orang tua, semakin tinggi dan cakap seorang ibu terhadap
keuangan maka semakin cakap ibu memberikan literasi keuangan syariah.
Permasalahan keuangan yang terjadi pada anak dari orang tua adalah, orang tua
terlalu mudah memenuhi keinginan anak, memberi uang kepada anak tanpa sebab,
mengajarkan anak berbelanja barang-barang yang tidak jelas manfaatnnya, dan
selalu menyenangkan anak dengan uang.
Metode yang digunakan adalah
penelitian kualitatif deskriptif dengan tekhnik pengumpulan data studi
litelature. Langkah analisis data meliputi reduksi data, display data dan
pengambilan kesimpulan. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini
adalah bahwa ibu perlu memperhatikan tingkat perkembangan anak sesuai usia dan
masanya. Sehingga usia anak dalam menerima literasi keuangan dari ibu dibagi menjadi
tiga tahap perkembangan yaitu perkembangan preschool, school age
dan teenage. Langkah-langkah ibu dalam memberikan literasi keuangan
kepada anak berdasarkan kepada empat hal yaitu pengelolaan pendapatan,
pengelolaan pengeluaran, pengelolaan keinginan dan impian, dan pengelolaan
surplus dan deficit. Selain memberikan
literasi tentang pengelolaan keuangan, ibu harus memberikan pemahaman spiritual
kepada anak diantaranya nilai aqidah bahwa harta adalah milik Allah dan
hanya Allah yang memberikan, anak hanya diamanahi untuk menggunakan harta
sebaik baiknya. Nilai qanaah, nilai wasathon (tidak kikir dan
berlebihan) nilai bersyukur dan nilai taubat.
1. PENDAHULUAN
(1)
Uang merupakan benda yang sangat berguna didalam kehidupan
modern. Dapat dikatakan bahwa setiap orang membutuhkan uang untuk
keberlangsungan hidupnya. Setidaknya ada
tiga (3) fungsi utama dari sebuah uang, yaitu sebagai unit penyimpan nilai atau
Store of Value, sebagai unit hitung atau
Unit of Account dan sebagai media pertukaran atau Medium of Exchange (Mankiw,
2007). Adapun keuangan adalah seluk-beluk uang; urusan uang (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2015). Sedangkan
menurut Lawrence J.Gitman dalam bukunya Principle
of Managerial Finance menyatakan bahwa
“ Finance can be defined as the art and
science of managing money. Virtually all individuals and organizations earn or
raise money and spend or invest money. Finance is concerned with the process,
institutions, market, and instruments involved in the transfer of money among and
between individuals, businesses, and government”. (Lawrence J.Gitman ,2003:4).
Dari penjelasan di atas maka keuangan merupakan
kegiatan pengelolaan uang dimulai dari perolehan sumber uang, pembelanjaan dan
investasi atas uang yang dimiliki bagi perseorangan atau kelompok (organisasi)
serta melibatkan pihak lain dalam pemenuhannya. Pengelolaan keuangan memegang
peranan penting dalam kehidupan khususnya keluarga. Dengan pengelolaan yang
baik maka tujuan keluarga akan terpenuhi karena pelaksanaan keuangan didasarkan
kepada perencanaan keuangan yang baik. Semua anggota dalam keluarga perlu
mengelola keuangannya masing-masing termasuk didalamnya anak. Mayoritas orang
tua menghindari perbincangan tentang uang dengan karena mungkin begitulah cara
orang tua dibesarkan. Atau orang tua tidak cukup kompeten untuk memberikan
nasihat tentang keuangan kepada anak sehingga anak dijadikan sebagai penikmat
uang yang diberikan orang tua, sehingga perilaku tersebut yang dapat membentuk perilaku
konsumtif bagi anak. Oleh karena itu, literasi keuangan perlu diberikan kepada
anak. Literasi diartikan sebagai “melek” atau
pengetahuan keuangan, dengan tujuan
mencapai kesejahteraan (Lusardi &Mitchell 2007).
Berbagai kegiatan dilakukan dalam meningkatkan
literasi keuangan bagi anak. Mulai dari usia dini sampai tingkat mahasiswa
seperti yang dilakukan oleh Anggota Dewan Komisioner OJK Kusumaningtuti S.
Soetiono, Dirjen Pendidikan Dasar Kemendikbud Hamid Muhammad, dan Direktur
Consumer Banking Bank Mandiri Hery Gunardi menyaksikan siswa SDN 1 Menteng
Jakarta mencoba permainan tentang keuangan saat sosialisasi tabungan simpanan
pelajar di Jakarta (Paulus, 2015). Hal senada dilakukan oleh Bank BCA (Bank Central Asia) memberikan edukasi langsung pada anak-anak
tentang cara menabung di Minibank BCA KidZania dengan melakukan role play
di Establishment Minibank BCA di KidZania melalui metode experiental
dan fun learning (Hutauruk, 2015). Selain itu pula, hal yang sama
dilakukan oleh Siswa Sekolah Dasar yang menunjukkan celengan saat mengikuti
kegiatan pendidikan keuangan di SDN Cililitan. Kegiatan yang diprakarsai Citi
Indonesia, Dinas Pendidikan DKI, dan Bank DKI ini dilakukan untuk meningkatkan
kesadaran anak-anak terhadap pentingnya menabung dan membuat rencana keuangan
di masa depan (Joanito, 2015).
Pengajaran literasi keuangan sejak usia
dini sangat penting untuk dilakukan di zaman yang sangat kompetitif dan sarat
dengan konsumerisme. Dengan mengajarkan literasi keuangan sejak dini,
diharapkan dapat menguatkan dasar pemahaman anak-anak terhadap nilai-nilai yang
berhubungan dengan uang. Dan berharap, anak-anak sudah mulai memahami dari mana
uang berasal, bagaimana mendapatkannya dengan benar, bagaimana sebaiknya
mengelolanya (Eko Adiwaluto, 2015). Istilah lain yang digunakan dalam literasi
keuangan adalah pendidikan keuangan, menurut
Beverly dan Clancy
(2001) bahwa pendidikan
keuangan dalam keluarga signifikan dibutuhkan
untuk mempersiapkan anak
menjadi cerdas mengelola
uang saku, menabung dan
tidak boros. Selanjutnya,
kedua peneliti menjelaskan
bahwa dalam keluarga anak - anak
seringkali tidak dipersiapkan dengan pendidikan keuangan yang baik sehingga
meningkatkan peluang anak
tumbuh menjadi dewasa
tanpa pengetahuan dan kemampuan mengatur uang dengan tepat. Namun
pada umur berapakah seseorang dapat diberi edukasi pengelolaan keuangan dan
bagaimana cara pengelolaannya? merencanakan edukasi
pengelolaan keuangan dapat dilakukan sejak dini di usia anak dapat
berhitung dan mengetahui cara mengatur keuangan. Usia paling tepat adalah saat anak
berada di masa sekolah menengah seperti Sekolah Menengah Pertama atau Sekolah Menengah
Atas.
Menurut Sundari (2012) mempersempit bahwa tujuan
mengenalkan uang pada anak adalah anak tahu arti uang. Selain mengetahui bahwa
uang adalah alat untuk menukar barang atau untuk urusan jual beli, anak pun
diharapkan tahu makna yang lebih tinggi lagi dari uang, misalnya sebagai alat
untuk kegiatan sosial, bersedekah, menolong sesama, dan lain sebagainya. Kedua,
anak tahu darimana datangnya uang dan bagaimana cara mendapatkannya. Alangkah
bijaknya orangtua yang menjelaskan pada anak darimana dan bagaimana cara
mendapatkan uang. Anak tidak hanya sebatas tahu bahwa dapat mendapatkan uang dari
orangtuanya saja, melainkan anak tahu gambaran bagaimana orangtuanya
mendapatkan uang untuk kebutuhannya. Diharapkan anak lebih menghargai jerih
payah orangtuanya dengan cara menghargai nilai uang itu sendiri melalui
berhemat. Ketiga, anak tahu cara bijak menggunakan uang. Dari ketulusan anak
yang dibina dan diarahkan dengan belajar menghargai jerih payah seseorang
mendapatkan uang, akan membuka pikiran anak untuk menggunakan uang sebaik
mungkin. Tentu saja hal ini memerlukan pelatihan yang sungguh-sungguh dan
berkesinambungan, tidak bisa instant (Sundari, 2012)
Penjelasan di atas
mengemukakan bahwa literasi keuangan merupakan tanggungjawab seluruh elemen
masyarakat. Contoh kasus di atas dilakukan oleh lembaga keuangan dan lembaga
pendidikan terkait. Tanggungjawab memberikan literasi keuangan kepada anak yang
pertama adalah orang tua, atau ibu sebagai madrasatul ula. Olive,
O’Rourke, dan Collins (2011) menjelaskan pendidikan keuangan dibutuhkan oleh
keluarga disebabkan mampu mendorong cara mengelola uang yang benar bagi
orangtua. Keberadaan orangtua supaya menjadi terdidik dalam keuangan dibutuhkan
untuk menjadi salah satu fondasi pengajaran pada anak. Dalam arti, orangtua
yang terdidik dalam keuangan akan lebih mampu mendidik anak dibandingkan yang
tidak. Selain itu, dijelaskan juga bahwa upaya menjadi orangtua terdidik dalam
keuangan perlu dilakukan berkelanjutan supaya mampu mengajari anak untuk
membuat tujuan keuangan dan bagaimana menyusun strategi mencapainya. Penelitian
lain mengemukakan bahwa mengajari anak bagaimana mendapatkan uang dan
menggunakannya perlu dilakukan oleh orangtua. Disebabkan karena memberikan
modal pada anak untuk tumbuh berkembang menjadi dewasa. Anak-anak sering
belajar tentang uang dapat dari berbagai sumber seperti televisi, teman-teman
dan lain sebagainya. Apabila yang dipelajari dari berbagai sumber tersebut
adalah cara mengelola uang yang benar maka akan menunjang perkembangan anak dan
apabila yang dipalajri adalah yang kebalikannya maka anak akan tumbuh dengan
pemahaman mengelola uang yang salah. Oleh karena itu, sebagai orangtua wajib
mendidik anak tentang mengelola uang agar anak paham mengelola uang yang benar
yang terindikasi dari keberhasilan membangun kebiasaan mengeluarkan uang dengan
mempertimbangkan manfaat dibandingkan hanya keinginan saja (Investopedia, 15
November 2011).
Tanggung
jawab orang tua dalam memberikan literasi keuangan kepada anak dikuatkan oleh
penelitian Hira (1997) dalam Sabri dkk (2010) yang menyatakan bahwa anak akan
berbeda perilakunya disebabkan oleh perbedaan cara orangtua mendidik. Mayoritas
responden menjawab bahwa peranan ayah dan ibu sangat penting sebagai sumber
yang mempengaruhi sikap dan keyakinan mengelola uang. Selanjutnya ditemukan
juga bahwa cara berkomunikasi orangtua dan anak menentukan bagaimana cara anak
mengelola uang dan peranan diskusi antara orangtua dan anak tentang keuangan
menentukan pengetahuan anak mengelola uang. Semakin bagus melakukan diskusi
tentang cara mengelola uang yang tepat maka semakin anak akan memahami cara mengelola
uang yang benar.
Bahkan
Islam sangat memperhatikan tentang keuangan keluarga dimana perekonomian
keluarga muslim harus berdiri di atas nilai-nilai aqidah yang dimiliki parang
anggota keluarga yang dapat terwujud melalui terpenuhinya kebutuhan spiritual
diantaranya menyembah Allah, bertakwa, mengembangkan keturunan, serta keyakinan
bahwa harta itu milik Allah. Oleh karena itu setiap anggota keluarga harus
bekerja dan mencari nafkah sesuai syariat (Husain Syahatah, 1998:49). Kesalahan
yang banyak terjadi dalam mengajarkan keuangan kepada anak adalah orang tua
selalu memberi uang kepada anak tanpa sebab, mengajarkan anak berbelanja
barang-barang yang tidak jelas manfaatnnya, dan selalu menyenangkan anak dengan
uang (Poppi Yuditya, 2015).
Dari penjelasan di atas maka judul yang digunakan
dalam penelitian ini adalah “Peran Ibu dalam literasi keuangan syariah”.
Mengapa ibu yang dipilih menjadi informan literasi keuangan karena perempuan/wanita/ibu
rumah tangga memiliki hak untuk menjalankan roda perekonomian (Husein Syahatah,
1998). Rumusan Masalah dan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis peran ibu
rumah tangga dalam literasi keuangan syariah pada anak.
2.
IBU DAN LITERASI KEUANGAN SYARIAH
ANAK
2.1
Fungsi dan peran Ibu
Ibu diartikan sebagai wanita yang
telah melahirkan seseorang; sebutan untuk wanita yang sudah bersuami; panggilan
yang takzim kepada wanita baik yang sudah bersuami maupun yang belum; bagian
yang pokok (besar, asal, dan sebagainya). Sedangkan Ibu rumah tangga adalah wanita
yang mengatur penyelenggaraan berbagai macam pekerjaan rumah tangga, istri
(ibu) yang hanya mengurusi berbagai pekerjaan dalam rumah tangga (tidak bekerja
di kantor) (Kamus Besar Bahasa Indonesia, http://kbbi.web.id/ibu ). Adapun rumah tangga muslim
adalah sekelompok individu yang terdiri atas orang tua dan anak-anak yang hidup
bersama dalam suasana islami dan diikat oleh norma-norma keluarga muslim yang
selalu mendasarkan berbagai perkara hidupnya pada syariat. Tujuannya adalah
menciptakan kehidupan yang penuh rasa aman, tenteram kasih saya dan rahmat
dengan mengharapkan Ridha Allah di dunia dan akhirat (HusainSyahatah, 1998:38).
Ibu memiliki tanggungjawab atas
keluarganya sebagaimana hadist Rasulullah “istri adalah pemimpin rumah
tangga suaminya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya
(muttafaq ‘alaih). Tugas alami untuk pekerjaan ibu adalah mengurus rumah
tangga, menjadi seorang istri, menjadi ibu dari anak-naknya, serta menjadi
pendidik, pengatur, dan pemelihara rumah tangga (Husain Syahatah, 1998). Berdasarkan
pembagian tugas, maka istri memiliki tugas sebagai (Herien Puspitawati,
2012:210-211) :
a)
Manajer rumah tangga
b)
Pendidik dan pengasuh anak-anak
c)
Menyiapkan perlengkapan yang diperlukan suami
d)
Istri memegang keuangan keluarga, menyimpan uang
keluarga dalam tabungan di bank, dan mengkomunikasikan laporan keuangan
keluarga kepada suami
e)
Melakukan perencanaan keuangan bersama suami
f)
Pengguna dan perencana sumber daya keluarga
g)
Monitoring, dan control terhadap semua penggunaan
sumber daya
Peran ibu dalam perkembangan
keluarga menurut Herien (2012) dibagi ke dalam lima tahapan perkembangan yaitu
a)
Tahapan perkawinan (married couple) : istri
dan suami berperan dan bertugas untuk mengukuhkan perkawinan dan mulai
melaksanakan komitmen sesuai dengan kontrak social perkawinan untuk menjalankan
fungsi-fungsi keluarga
b)
Tahap mempunyai anak (childbearing) : istri
dan suami berperan untuk menjalankan fungsi pengasuhan, pemeliharaan dan pendidikan
anak-anaknya.
c)
Tahap anak berumur preschool (preschool
age) : istri dan suami berperan untuk menjalankan fungsi pengasuhan,
pemeliharaan dan pendidikan usia preschool. Mulai dipikirkan perencanaan
keuangan untuk investasi anak dalam kesehatan dan pendidikan. Memerlukan
kehadiran fisik seorang ibu saat anaknya masih kecil
d)
Tahap anak berumur sekolah dasar (school age)
: istri dan suami berperan untuk menjalankan fungsi pengasuhan, pemeliharaan
dan pendidikan usia sekolah dasar. Pendidikan anak menjadi lebih prioritas termasuk
pendidikan dari sisi kognitif akademik meupun pendidikan karakter. Ibu dapat
mendelegasikan tugas domestik kepada anak
e)
Tahap anak berumur remaja (teenage) istri dan
suami berperan untuk menjalankan fungsi pengasuhan, pemeliharaan dan pendidikan
usia sekolah menengah. Pendidikan anak akan menjadi lebih prioritas karena anak
akan memasuki usia dewasa. Pada saat remaja membutuhkan financial yang semakin
tinggi sehingga perlu optimalisasi fungsi ekonomi antara suami dan istri
(Herien, 2012:294-295).
Fenomena masyarakat terkait perempuan
dan keuangan yaitu 1) perempuan dianggap
lebih pandai mengelola uang, 2) perempuan lebih stress dengan masalah keuangan,
3) penghasilan perempuan lebih rendah dari laki-laki, 4) perempuan hidup lebih lama dan lebih miskin
di masa pensiun, 5) perempuan lebih konservatif dalam berinvestasi, 6)
perempuan memiliki peranan yang lebih besar dalam pendidikan,dan 7) kebiasaan
belanja yang berbeda antara perempuan dan laki-laki (Ahmad Gozali, 2006).
2.2
Model literasi keuangan syariah bagi
anak
Literasi keuangan menurut Otoritas Jasa Keuangan dibagi menjadi
tigal hal yaitu
: (1)Well literate : memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga
jasa keuangan serta produk dan jasa keuangan termasuk fitur, manfaat dan
risiko, hak dan kewajiban terkait produk dan jasa keuangan, serta memiliki
keterampilan dalam menggunakan produk dan jasa keuangan, (2) Sufficient
literate : memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan
serta produk dan jasa keuangan termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan
kewajiban terkait produk dan jasa keuangan dan (3) Less literate : tidak
memiliki pengetahuan dan keyakinan tentang lembaga jasa keuangan serta produk
dan jasa keuangan termasuk fitur, manfaat dan risiko, hak dan kewajiban terkait
produk dan jasa keuangan, serta tidak memiliki keterampilan dalam menggunakan
produk dan jasa keuangan (www.ojk.co.id ,
2013).
Pengenalan keuangan kepada anak
bisa dimulai sejak usia dini. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa
pengenalan uang dapat diberikan saat anak mulai bisa membaca dan berhitung
berkisar usia 4 tahun. Namun, pengenalan uang sedini itu juga dapat dilakukan
dengan cara :
a)
Mengenalkan bentuk uang terlebih dahulu, misalnya
menyelipkan uang diantara mainan-mainan anak sehingga pelajaran mengenal bentuk
dan warna uang menjadi kegiatan menyenangkan. Dari bentuk akan dibagi menjadi
dua yaitu bentuk persegi dan bulat dan bahannya ada kertas dan logam.
b)
Mengajarkan tentang besar kecilnya nilai uang mulai
dari pecahan terkecil sampai terbesar, sekaligus mengajarkan matematika secara
sederhana
c)
Mengajak anak berbelanja ke supermarket atau warung
sebagai langkah awal mengajarkan konsep uang kepada anak (Seto dan Lutfi, 2012:38)
Apabila usia anak sudah mencapai
5 tahun ke atas, maka dapat dilakukan hal-hal berikut dalam rangka literasi
keuangan kepada anak, antara lain :
a)
Mengajak anak ikut serta dalam menetapkan tujuan
keuangan keluarga, misalnya dalam jangka waktu setahun kapan anak boleh membeli
mainan, buku atau barang yang disukai anak dengan merumuskan tujuan yang
spesifik, terukur, dapat dicapai,realistis dan jangka waktu (Seto dan Lutfi,
2012:44).
b)
Memberikan tanggung jawab kepada anak tentang tujuan
yang sudah ditetapkan.
c)
Ajari anak untuk mengambil keputusan keuangan dengan
cara : menetukan tujuan, menentukan kriteria, membuat beberapa pilihan,
mengambil kesimpulan awal, membuat keputusan dan diakhiri dengan evaluasi
keputusan (Seto dan Lutfi, 2012:46).
d)
Membuat sistem dan peraturan keuangan dengan anak
diantaranya dengan metode celengan, metode amplop, menggunakan Microsoft excel
(jika anak sudah terbiasa), atau menggunakan software perencanaan keuangan.
Sistem ini harus jelas, spesifik, dapat dijalankan, konsisten dan tidak membuat
anak susah (Seto dan Lutfi, 2012: 75).
e)
Menyusun daftar pemasukan dan pengeluaran
f)
Membuat anggaran keuangan
g)
Mengajarkan anak untuk menabung dan berinvestasi
Pada usia pra sekolah (4 tahun),
perkembangan sosial anak sudah tampak jelas karena mereka sudah aktif
berhubungan dengan teman sebaya. Tanda perkembangan social anak tahap ini
adalah
a)
Anak mulai mengetahui aturan-aturan baik di
lingkungan keluarga atau lingkungan bermain
b)
Sedikit demi sedikit anak mulai tunduk pada
peraturan
c)
Anak mulai menyadari hak dan kepentingan orang lain
d)
Anak mulai dapat bermain bersama (Syamsu Yusuf,
2012:171)
Dengan kata lain, secara
perkembangan social maka anak umur 4 tahun sudah dapat menerima pengenalan
keuangan secara sederhana dan menyenangkan. Sedangkan untuk anak usia sekolah
dasar (6-12 tahun), dari segi perkembangan intektual mampu mengklasifikasikan,
menyusun, atau mengasosiasikan angka-angka atau bilangan. Kemampuan yang
berkaitan dengan perhitungan (angka) seperti menambah, mengurangi, mengalikan,
dan membagi serta mampu melakukan problem solving (Syamsu Yusuf, 2012:
178). Oleh karena itu, pada usia ini anak dapat diberikan tugas dan peran dalam
merencanakan kebutuhan dan keinginan anak terkait keuangan. Sedangkan untuk
anak usia remaja (12-22 tahun), dari segi perkembangan intelektual anak sudah
dapat memecahkan suatu masalah dan dapat melakukan hipotesa. Namun, secara
emosional anak remaja sedanga mengalami puncak emosionalitas yaitu perkembangan
emosi yang tinggi. Dan secara perkembanagan social anak remaja sudah mampu
untuk memahami orang lain (Syamsu Yusuf, 2012). Jika diakitkan dengan literasi
keuangan, maka usia anak remaja sudah dapat diberikan pemahaman terkait
perencanaan, pengelolaan keuangan mandiri. Bahkan diajarkan tentang nilai-nilai
ekonomi lainnya seperti menabung, investasi, bekerja, bahkan peduli social
dengan mengeluarkan zakat.
Sebagai muslim maka dalam
melakukan pengenalan keuangan kepada anak harus sejalan dengan prinsip syariah
Islam. Hal yang perlu diperhatikan menurut Husain Syahatah (1998: 61-92) antara
lain
a)
Memupuk aqidah anak, bahwa harta adalah milik Allah
SWT dan manusia hanya sebagai pemegang amanah. Hal ini menghindari sikap
konsumtif dan lebih mencintai harta.
b)
Harta akan dihisab di yaumil qiyamah
sebagaimana Hadist Riawayat Tirmizi
“Kedua telapak seorang hamba
tidak akan lepas (dari titian) pada hari kiamat sebelum dia ditanya mengenai
empat hal, diantaranya tentang harta dari mana dia peroleh dan untuk apa dia
nafkahkan (HR.Tirmidzi)
c)
Memiliki sifat qanaah (menerima apa yang Allah
berikan) sebagaimana hadist Muttafaq ‘alaih
“Sungguh beruntung orang yang
beriman, dan Allah memberinya rezeki yang cukup” artinya seseorang tidak
lagi merasa kekurangan dengan harta yang sedikit dan tidak pula boros ketika
harta sudah banyak (Luqyan, 2012:9)
d)
Bersikap pertengahan, tidak berlebihan dan tidak
pula kikir sebagaimana dalam Quran Surat
Al-Furqon ayat 67 :
Serta hadist Rasulullah “makan
dan berpakaianlah sekehendakmu, tetapi dengan tidak berlebihan atau hanya
mengira-ngira”(muttafaq ‘alaih).
Sifat pertengahan pula diamalkan
dalam bersikap untuk seimbang dalam pemenuhan kebutuhan dunia dan akhirat
sebagaimana Quran Surat al-Qashah ayat 77
Dan
carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri
akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan
berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik,
kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Dan
hadist Rasulullah yang menyatakan
“Allah
akan memberikan rahmat kepada orang yang berusaha dengan halal, membelanjakan
harta dengan hemat dan dapat menyisihkan uang pada saat dia fakir dan
membutuhkan” hadis ini menjelaskan bahwa manusia perlu menyisihkan uangnya
untuk mempersiapkan diri dalam keadaan fakir artinya Islam sangat menganjurkan
untuk menabung dan berinvestasi.
Pada sikap pertengahan anak perlu
dilatih anak untuk berbagi dengan sesame. Orang tua akan senang melihat
ananknya mau berbagi dengan orang lain, artinya anak mampu melakukan interaksi
social dengan lingkungannya dan memiliki kecerdasan antarpersonal. Namun,
adapula anak yang tidak mau berbagi karena telah tumbuh persaingan dalam diri
anak dan sikap membeda-bedakan yang diberikan orang tua sehingga anak cenderung
memainkan strategi “selamatkan diri masing-masing dan ia menutup diri dari
orang lain. Pendidikan yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan sikap mau berbagi
adalah dengan memberikan sesuatu kepada tetangga atau anak tetangga, bersedekah
kepada fakir miskin dan meminjamkan sesuatu kepada orang lain. Berikan
pemahaman kepada anak, ketika memberikan pinjaman kepada orang lain bahwa hal
itu bersifat sementara, dan sesuatu yang dipinjamkannya merupakan miliknya
(Bambang, 2006: 20).
e)
Berdiri di atas usaha yang baik sebagaimana Allah
jelaskan dalam QS.Al-Baqarah ayat 17
Hai orang-orang yang beriman,
makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan
bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.
Dan hadist Rasulullah “Barang
siapa berusaha dari yang haram kemudian menyedekahkannya, maka dia tidak
mempunyai pahala dan dosa tetap atasnya.” (HR.Abu Hurairah)
f)
Memprioritaskan kebutuhan primer, Islam telah
merumuskan tujuan hidup yang jelas disebut maqashid syariah, ada tiga dimensi
yang dapat dijelaskan terkait pemenuhan kebutuhan maqashid syariah yaitu
a.
Sesuatu yang pokok atau necessity (dharuriyyat)
b.
Kebutuhan yang bersifat sekunder atau needs (hajiyyat),
dan
c.
Semua yang bersifat pelengkap kehidupan/barang mewah
atau luxuries (tahsiniyyat) (Luqyan, 2013)
g)
Memberikan pemahaman bahwa seorang laki-laki
memiliki tanggungjawab untuk memberi
nafkah sebagaimana QS.Annisa ayat 34
“ kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh
karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian
yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian
dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada
Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). ……
Dan perempuan bertanggung jawab mengatur
keuangan rumah tangga sebagaimana hadist “apabila seorang istri menafkahkan
makanan rumah tangga dengan tidak bermaksiat, maka dia mendapat pahala dari apa
yang diusahakan, demikian pula suami mendapatkan pahala dari apa yang
diusahakannya, demikian pula pelayan mendaptakan pahala dan pahal mereka tidak
dikurangi sedikitpun” (HR.Thabrani).
h)
Bekerja sesuai dengan batas kemampuan, sebagaimana
QS.al-baqarah ayat 286
Allah
tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat
pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari
kejahatan) yang dikerjakannya. ………"
i)
Melatih anak bekerja, sebagaimana QS.Annisa ayat 6
Dan
ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. kemudian jika
menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), Maka
serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. dan janganlah kamu Makan harta anak
yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa
(membelanjakannya) sebelum mereka dewasa. barang siapa (di antara pemelihara
itu) mampu, Maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim itu) dan
Barangsiapa yang miskin, Maka bolehlah ia Makan harta itu menurut yang patut.
kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, Maka hendaklah kamu
adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. dan cukuplah Allah
sebagai Pengawas (atas persaksian itu).
Melatih anak untuk bekerja dapat
dimulai dari usia tujuh tahun, karena anak sudah siap menerima nasihat dan
bimbingan. Sebagaimana hadist “ perintahkan mereka mengerjakan sholat ketika
berusia tujuh tahun dan pukullah mereka apabila meninggalkan sholat berusia sepuluh
tahun”.
Seorang anak diajarkan untuk
bekerja agar mereka terhindar dari sikap meminta-minta. Karena Allah SWT telah
melarang untuk meminta-minta, hal ini dijelaskan dalam QS al-jumuah ayat 10 :
“Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di
muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu
beruntung.
Hal ini dikuatkan oleh hadist Rasulullah
saw, “sekiranya seorang dari kalian mengambil talinya, lalu memanggul kayu
bakar di atas punggungnya adalah lebih baik baginya dari pada minta-minta
kepada orang, baik mereka memberi atau menolaknya.”(HR.Bukhori). dan juga
hadist Rasulullah saw, “ tidaklah ada
makanan yang lebih baik daripada makanan hasil jerih payahnya sendiri dan
sesungguhnya Nabi Dwaud makan dari hasil jerih apyahnya sendiri” (HR. Bukhori,
Ahmad dan Ibu majah)(Abdullah Nasih Ulwan, 1999:597-598).
Selain itu, dengan melatih anak
bekerja maka mengajarkan anak untuk tidak terbiasa mencuri. Pelanggaran
terhadap hak orang lain yaitu mencuri, termasuk kategori perilaku yang
mencemaskan orang tua. Anak usia dini akan berproses memahami sesuatu sebagai
miliknya atau milik orang lain. Oleh karena itu, ketika masih berusia dibawah
tiga tahun sangat mungkin mereka merebut mainan temannya atau membawa pulang
barang-barang dari rumah orang lain tanpa sepengetahuan orang tua. Hal ini
sibeut sifat egosentris anak yang merasa sesuatu yang disukainya adalah
miliknya. Pada tahap selanjutnya orang tua harus menyadari tindakan mencuri
sebagai kenakalan dan kejahatan. Jika mencuri sebagai sebuah petualangan
seperti mencuri manga tetangga, mengambil mainan teman maka dikategorikan
sebagai perbuatan jahil dan iseng. Perilaku ini akan berubah menjadi kejahatan
manakala tidak dicegah sejak dini, jika dibiarkan maka mencuri dilakukan tanpa
rasa takut dan rasa bersalah, seperti kasus yang banyak terjadi saat ini adalah
korupsi (Bambang Trim, 2006:31-32).
Langkah sederhana yang bisa
dilakukan dalam mengelola keuangan anak yaitu dengan memenuhi komponen
pengelolaan keuangan berikut :
no
|
Komponen pengelolaan
|
Focus dan perencanaa
|
1
|
Pendapatan
(managing income)
|
·
Niat yang benar karena Allah
·
Focus pada sumber yang halal
·
Memulai pekerjaan di waktu pagi
·
Menyambung silaturahim
|
2
|
Pengeluaran
(managing needs)
|
·
Prioritas
·
Halal dan thayyib
·
Kontribusi zakat, infak, shodaqoh, wakaf, dan
waris
·
Qanaah
|
3
|
Impian
dan keinginan (managing dreams)
|
·
Budgeting
·
Muhasabah dan tobat
|
4
|
Mengelola
surplus dan defisit
|
Banyak
bersyukur
|
5
|
Managing
contigency
|
Investasi,
budgeting, asuransi & dana pension serta dana pendidikan
|
Sumber : Luqyan, 2012:13
Pengelolaan pendapatan, maka anak akan memiliki
literasi sumber pendapatan anak antara lain uang jajan, uang hadiah, uang
pinjaman, upah bekerja dan uang saku. Pengelolaan
pengeluaran dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu pengeluaran tetap
(jumlahnya tetap setiap dikeluarkan), pengeluaran variabel (pengeluaran yang
jumlahnya berbeda-beda), dan pengeluaran periodic (pengeluaran yang tidak
setiap bulan dikeluarkan dan jumalahnya bisa tetap atau berubah-ubah). Bantulan
a nak dengan membuat anggaran pengeluaran dengan metode 10/10/10/70 arti angka
ini adalah besaran presentase pembagian dati total uang saku yang diperolehnya.
Artiya 10% pay your soul first (beramal), 10% pay your safe first (menabung),
10% pay yourself fisrt (investasi) dan 70% pengeluaran. Untuk pengelolaan
keinginan dan dreams perlu difahami perbedaan kebutuhan dan keinginan
(wants). Keinginan merupakan hal-hal yang kita inginkan untuk melengkapi
kehidupan kita bisa dikarenakan memberi kenyamanan atau memperindah lingkungan
sekitar. Wants adalah semua kebutuhan yang mempunyai dimensi secondary/ atau
sebagian besar dari hajiyyat atau tahsiniyyat. Tidak ada batasan yang mengatur
wants, namun yang perlu diperhatikan adalah rambu-rambu isyraf (berlebihan) dan
mubazir serta tidak melalaikan kita dari tugas utama sebagai hamba Allah.
Contoh keinginan anak diantaranya membeli mainan, aksesoris sekolah, aksesoris
pakaian, dan alat komunikasi. Sebelum melakukan pengelolaan keinginan, maka
perlu diperhatikan estimasi biaya, jangka waktu dan strategi untuk
merealisasikan mimpi/keinginan tersebut.
Pengelolaan selanjutnya adalah pengelolaan surplus dengan menabung dan pengelolaan
deficit dengan mengurangi pengeluaran rutin, meningkatkan pendapatan atau
langkah akhir adalah meminjam kepada orang lain. Pengelolaan terakhir adalah
pengelolaan hal yang tak terduga, dalam hal ini anak belum perlu untuk
mengalokasikan dana tak terduga karena masih merupakan kewajiban orang tua
(Luqyan, 2012).
Berkaitan
dengan literasi keuangan bagi anak, maka ada beberapa hal yang perlu dihindari
dalam literasi keuangan kepada anak yaitu
a)
Bertransaksi nontunai di depan anak tanpa penjelasan
yang memadai
b)
Menjadikan uang saku sebagai alat kendali anak
c)
Menjadikan topic keuangan sebagai suatu hal yang
tabu untuk dibicarakan (Ahmad Gozali, 2006)
3.
Metodologi
3.1
Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan
langkah – langkah untuk memperoleh ilmu. Terdapat tiga tingkatan penelitian
untuk mewujudkan sebuah ilmu yaitu pertama, penelitian dalam upaya mencari
masalah/menjajaki masalah disebut penelitian eksploratif. Kedua, penelitian
dalam upaya mengembangkan masalah disebut penelitian pengembangan dan ketiga,
penelitian dalam upaya menguji jawaban terhadap masalah disebut penelitian
verfikatif. Turunan dari tiga metode ini adalah beberapa pendekatan penelitian
diantaranya adalah penelitian deskriptif.. Penelitian deskirptif bertujuan
membuat deskripsi mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat suatu populasi atau
daerah tertentu secara sistematik, factual dan teliti. (Subyantoro, 2007:28).
Metode penelitian yang digunakan
penulis adalah metode penelitian eksploratif dengan bentuk deskriptif
kualitatif. Metode kualitatif adalah metode yang berpangkal dari peristiwa
social yang pada hakekatnya tidak bersifat eksak. Metode kualitatif lebih
menekankan pada aspek pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah daripada
melihat permasalahan untuk penelitian generalisasi. Metode penelitian ini lebih
suka menggunakan teknik analisis mendalam ( in-depth analysis ), yaitu mengkaji
masalah secara kasus perkasus. Tujuan dari metodologi ini bukan suatu
generalisasi tetapi pemahaman secara mendalam terhadap suatu masalah (Sumanto,
1995).
Sugiyono (2011:15), menyimpulkan
bahwa metode penelitian kulitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan
pada filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang
alamiah, (sebagai lawannya eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai
instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive dan
snowbaal, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan), analisis data
bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2011). Metode penelitian ini
menggunakan cara berfikir induktif dimana pengolahan dan analisis data diambil
dari lapangan akan diselaraskan dengan teori yang mendukung. Dengan menggunaka
tekhnik pengumpulan data book survey/ study litelature.
3.2 Analisis
Data
Menurut Tjutju Soendari, ada
beberapa tahapan analisis data kualitatif yaitu reduksi data, display data,
kesimpulan dan verifikasi. Pertama adalah reduksi data yaitu melakukan pemilihan
tentang relevan tidaknya antara data dengan tujuan penelitian. Informasi dari
lapangan sebagai bahan mentah diringkas, disusun lebih sistematis, serta
ditonjolkan pokok-pokok yang penting sehingga lebih mudah dikendalikan (Tjutju,
2010) . Reduksi data diartikan secara sempit sebagai proses pengurangan data,
namun dalam arti yang lebih luas adalah proses penyempurnaan data, baik
pengurangan terhadap data yang kurang perlu dan tidak relevan, maupun penambahan
terhadap data yang dirasa masih kurang. Penyajian data merupakan proses
pengumpulan informasi yang disusun berdasar kategori atau
pengelompokan-pengelompokan yang diperlukan. Langkah – langkah reduksi data yaitu
membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus, membuat
partisi, dan menulis Memo.
Tahap kedua adalah display data yaitu
Display data untuk dapat melihat gambaran keseluruhan atau bagian-bagian
tertentu dari gambaran keseluruhan. Pada tahap ini peneliti berupaya mengklasifikasikan
dan menyajikan data sesuai dengan pokok permasalahan yang diawali dengan
pengkodean pada setiap subpokok permasalahan. Untuk memudahkan memperoleh
kesimpulan dari lapangan, maka dibuat matrik atau bagan (Tjutju, 2010). Interpretasi data merupakan proses pemahaman
makna dari serangkaian data yang telah tersaji, dalam wujud yang tidak sekedar
melihat apa yang tersurat, namun lebih pada memahami atau menafsirkan mengenai
apa yang tersirat di dalam data yang telah disajikan. Tahap ketiga
adalah penarikan kesimpulan/verifikasi merupakan proses perumusan makna dari
hasil penelitian yang diungkapkan dengan kalimat yang singkat-padat dan mudah
difahami, serta dilakukan dengan cara berulangkali melakukan peninjauan
mengenai kebenaran dari penyimpulan itu, khususnya berkaitan dengan relevansi
dan konsistensinya terhadap judul, tujuan dan perumusan masalah yang ada.
4.
PERAN IBU DALAM LITERASI KEUANGAN
SYARIAH BAGI ANAK
Literasi keuangan yang diatur
oleh otoritas Jasa Keuangan (OJK) terdiri dari tiga tahapan. Tahapan untuk
anak-anak berada pada tahapan less literate bagi anak usia dini (4 tahun).
Komposisi literasi keuangan meliputi pengetahuan, keyakinan dan keterampilan
atas produk keuangan. Literasi anak usia dini belum memiliki pengetahuan sama
sekali terhadap keuangan sehingga ibu berperan dalam memberikan pemahaman da
literasi keuangan kepada anak di usia 3-5 tahun dengan langkah :
a)
Mengenalkan
bentuk uang yang terdiri dari bentuk persegi panjang dan bulat
b)
Mengenalkan bahan uang yaitu ada yang terbuat dari
logam dan kertas
c)
Mengenalkan bahwa uang merupakan sesuatu yang
bernilai sehingga anak tidak boleh merusak uang (apalagi menyobeknya)
d)
Mengajarkan kepada anak nilai nominal uang dari
pecahan terkecil sampai terbesar dengan memberikan ciri perbedaan warna pada
setiap pecahan uang
e)
Bermain peran dengan anak yang melibatkan uang
seperti peran penjual dan pembeli. Uang yang digunakan dapat uang mainan yang
warna, dan gambarnya mirip dengan uang asli. Hal ini dilakukan sebagai
pengenalan anak terhadap uang
f)
Ajak anak untuk pergi ke warung atau supermarket dan
berikan kepercayaan kepadanya untuk memberikan uang sendiri kepada kasir atau pedagang.
g)
Mengajarkan kepada anak untuk mengeluarkan uang
sesuai apa yang dia miliki, misal anak diberikan uang Rp.2000, maka berikan
pemahaman bahwa anak tidak boleh membeli makanan melebihi uang tersebut.
h)
Mendampingi anak ketika akan membeli makanan ke warung
karena pada usia ini anak masih membutuhkan kehadiran secara fisik seorang ibu
i)
Mengajarkan kepada anak untuk berbagi dengan sesama,
tidak boleh kikir atau berlebih lebihan
j)
Mengajarkan konsep kepemilikan kepada anak, bahwa
tidak semua yang dia senangi merupakan miliknya
k)
Tidak membiasakan memberikan uang jajan kepada anak,
atau tidak membiasakan membeli barang kepada pedagang yang melewati rumah. Ajarkan
anak, bahwa tidak semua pedagang yang melewati rumah harus dibeli barangnya.
Dan ajarkan konsep pemenuhan kebutuhan (dhorury,
hajjiy dan tahsiny) misal, 10 menit yang lalu anak sudah makan nasi,
kemudian datang pedagang cilok dan anak meminta uang untuk membeli cilok maka
ibu perlu memberikan pemahaman bahwa perut anak masih kenyang dan tidak mungkin
saat ini langsung makan cilok. Ajarkan pula konsep halal dan thayyib, dengan
memakan cilok mungkin akan halal hukumnya dan belum tentu thoyyib karena dapat
menyebabkan perut anak sakit.
l)
Biasakan anak untuk mengucapkan syukur “Alhamdulillah”
atau terima kasih kepada Allah swt dalam doa setelah sholat dan ucapan terima
kasih kepada orang yang telah memberi uang kepada anak.
Adapun peran ibu dalam literasi
keuangan untuk anak usia 6-12 tahun adalah sebagaimana langkah literasi untuk
usia 3-5 tahun ditambah langkah-langkah berikut :
a)
Memberikan kepercayaan kepada anak untuk membelikan
sesuatu ke warung sendiri tanpa didampingi ibu dengan cara membuat note kecil
yang berisi apa saja yang harus dibeli. Misalnya ibu menyuruh anak untuk
membeli garam dan gula di warung.
b)
Melakukan pengecekan antara note dan uang yang
dipegang anak setelah membeli barang,
jika kembaliannya ada selisih kurang atau lebih maka perlu di cek kembali
dengan bertanya kepada anak dan cek kepada pedagang langsung
c)
Mulai memberikan uang saku kepada anak, ajarkan anak
untuk mengelola uang saku dengan mengeluarkan terlebih dahulu untuk menabung
sehingga ibu perlu memberi anak celengan, atau memberi buku tabungan dan
disimpan di ibu. Selain menabung anak perlu diajarkan untuk shadaqah, dengan
cara mengajak anak mengunjungi lembaga amil zakat terdekat dan meminta celengan
atau kotak untuk diisi nantinya oleh anak. Dan sisanya boleh anak gunakan untuk
keperluan pribadi (termasuk di dalamnya untuk jajan).
d)
Ajari anak untuk bersama sama membuat anggaran keuangan
pribadi. Catat semua pendapatan dan pengeluaran yang anak lakukan pada setiap
minggu. Kemudian ajak anak untuk mengevaluasi anggarannya di akhir pekan.
Misal, hari ahad ajak anak untuk membuat anggaran, dari mana saja sumber
pendapatannya misal uang saku dan upah bekerja. Selanjutnya buat pula pos
pengeluaran sebagaimana pada poin sebelumnya. Dan pada hari ahad berikutnya
buatlah evaluasi anggaran. Hiasi catatan /buku anggaran anak dengan gambar
gambar yang membuat anak senang membuka dan menulis di atas buku tersebut.
e)
Mengajak anak untuk mengunjungi bank, jika
celengannya sudah penuh
f)
Ajari anak untuk belajar mengelola keinginan dan
impiannya seperti, anak ingin punya sepeda baru maka buatlah perencanaan
keuangan untuk memperoleh brang tersebut dengan menabung. Misal komposisi
presentase pengemluaran untuk menabung ditabah menjadi 30% dan mengurangi pos
pengeluaran pribadi.
g)
Ajarkan kepada anak, bahwa yang memberikan uang atau
harta yang dimiliki anak adalah Allah swt bukan ibu atau ayahnya sehingga menanamkan
aqidah yang baik kepada anak
h)
Berikan pemahaman bahwa harta atau uang yang
dimiliki anak bersifat sementara, hal ini mendidik anak bersifat sabar ketika
hartanya hilang dan akan bertanggungjawab atas harta yang dimiliki karena itu
merupakan amanah dari Allah swt. Anak tidak akan mudah merusak atau bahkan
membuang barang yang dimilikinya.
Literasi
keuangan anak usia remaja sekiatar usia 13-22 tahun adalah dengan melakukan
langkah-langkah di usia preschool dan school age ditambah
langkah-langkah berikut :
a)
Ajak anak untuk bekerja, atau berdagang. Ibu bisa
membantu anak membuatkan makanan dan selanjutnya dijual oleh anak kepada orang
lain. Hal ini dapat menumbuhkan jiwa dan
mandiri. Serta menjadikan anak memiliki inovasi dan kreatifitas yang tinggi. Ibu mendampingi dan membantu untuk
memperoleh barang yang akan dijual. Misal, ibu memberi modal kepada anak berupa
barangnya atau berupa uangnnya. Selanjutnya anak diberikan wawsan tentang bagi
hasil dari modal yang sudah ibu berikan. Keuntungannya disimpan dalam tabungan
dan dapat dijadikan modal tambahan anak.
b)
Ajak anak untuk memikirkan kegiatan spiritual
seperti melaksanakan kurban, umroh. Ajak anak menabung untuk kegiatan tersebut.
Hal ini meningkatkan emosional dan spiritual anak.
c)
Berikan wewenang kepada anak utnuk mengelola
keuangan sendiri, dan berikan kepercayaan kepada anak bahwa ibu harus tetap
mengawasi keuangan anak
d)
Ajarkan anak untuk membuat prioritas dalam pos
pengeluaran
e)
Latih anak untuk membuat keputusan dalam keuangan
f)
Ajarkan anak untuk bersikap qanaah, karena terkadang
keinginan usia remaja lebih tinggi dabnding dengan kebutuhannya
g)
Ajarkan kepada anak untuk selalu bersyukur dalam
kondisi surplus dan deficit. Jika anak mengalami kondisi deficit berikan pemahaman dalam pengelolaan hutang. Jangan
samapai anak berhutang dengan nominal melebihi pendapatannya. Sebaiknya ibu
menjadi investor pertama yang memberikan pinjaman kepada anak dalam kondisi
saat mendesak. Tidak membiasakan anak, pinjam kepada orang lain.
h)
Jika anak melakukan kesalahan, karena usia remaja
merupakan puncak dari emosional yang tinggi. Ajak anak untuk muhasabah dan
bertobat
5.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil
dari penelitian ini adalah bahwa ibu perlu memperhatikan tingkat perkembangan
anak sesuai usia dan masanya. Sehingga usia anak dalam menerima literasi
keuangan dari ibu dibagi menjadi tiga tahap perkembangan yaitu perkembangan preschool,
school age dan teenage. Langkah-langkah ibu dalam memberikan
literasi keuangan kepada anak berdasarkan kepada empat hal yaitu pengelolaan
pendapatan, pengelolaan pengeluaran, pengelolaan keinginan dan impian, dan
pengelolaan surplus dan deficit. Selain
memberikan literasi tentang pengelolaan keuangan, ibu harus memberikan
pemahaman spiritual kepada anak diantaranya nilai aqidah bahwa harta
adalah milik Allah dan hanya Allah yang memberikan, anak hanya diamanahi untuk
menggunakan harta sebaik baiknya. Nilai qanaah, nilai wasathon
(tidak kikir dan berlebihan) nilai bersyukur dan nilai taubat.
6.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan
terima kasih peneliti sampaikan kepada :
a.
pihak
penyelenggara call for paper yang sudah menerima abstrak peneliti sehingga
peneliti dapat berbagi ilmu kepada semua pihak
b.
Pihak universitas yag telah memberikan dukungan
materil dan moril dalam rangka peningkatan kualitas penelitian dosen
c.
Kepada keluarga yang sudah membantu, bersabar dan
ikhlas meluangkan waktunya untuk menyusun penelitian ini
d.
Dan kepada semua pihak yang tdaik dapat disebutkan
satu persatu yang telah membantu penelitian ini
7.
DAFTAR PUSTAKA
Adiwaluyo,
Eko. (2015). Mengapa Literasi Keuangan Perlu Ditanamkan Sejak Dini? http://marketeers.com/article/mengapa-literasi-keuangan-perlu-ditanamkan-sejak-dini.html
De
Saojoao, Joanito. (2015). Pendidikan Literasi Keuangan Anak Usia Dini , http://www.beritasatu.com/galeri-foto/4195-pendidikan-literasi-keuangan-anak-usia-dini.html
Ghozali,
Ahmad. (2006). Cashflow for woman : Menjadikan perempuan sebagai manajer
keuangan keluarga paling top. Jakarta: Hikmah populer
Hutauruk
, Chiquita Olivia Riama.(2015). BCA
dan KidZania Beri Edukasi Literasi Keuangan Anak Usia Dini. http://www.beritasatu.com/bank-dan-pembiayaan/297934-bca-dan-kidzania-beri-edukasi-literasi-keuangan-anak-usia-dini.html
Mulyadi,
Seto dan Lutfi Trisandi Rizki,(2012). Financial Parenting : menjadikan anak
cerdas dan cermat mengelola uang. Jakarta : Noura Books
Olive, P. O’Rourke,
C. & Collins, J. M. (2011). Money $mart in Head Start: Financial Education
and Outreach with Head Start Families. CFS Issue Brief 2011-6.2
Puspitawati,
Herien. (2012). Gender dan Keluarga : Konsep dan realita di Indonesia. IPB
Press: Bogor
Rudi
Saktiawan, Iwan.(2009). Islamic Financial Planning : Dialog Taktis menyiasati
krisis. Bandung : Madani Prima
Soendari,
TjuTju. (2010). TEKNIK ANALISIS DATA PENELITIAN KUALITATIF http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195602141980032-TJUTJU_SOENDARI/Power_Point_Perkuliahan/Penelitian_PKKh/Teknik_analisis_dt.kual.ppt_%5BCompatibility_Mode%5D.pdf
Subiyantoro,
Arief. (2007). Metode dan Tekhnik Penelitian Sosial. Yogyakarta : Andi OFFset
Sugiyono.
(2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitaf, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta
Sumanto.M.A.(1995).
Metodologi Penelitian Sosial Dan
Pendidikan. Yogyakarta : Andi Offset
Sundari, B. Y.(
2012). Mengenalkan Uang pada Anak. Swadaya-31 KotaSantri.com © 2002-2013
Syahatah,
Husein. (1998). Ekonomi Rumah Tangga Muslim. Bandung: Gema Insani Press
Tamanni,
Luqyan. dan Murniati Mukhlisin. (2013). Sakinah Finance: Solusi Mudah Mengatur
Keuangan Keluarga Islami.Solo : Tirta Medina
Trim,
Bambang. (2006). Meng-install akhlak mulia : buku panduan manajemen anak untuk
para orang tua yang hendak menjemput syurga bersama buah hatinya. Bandung : MQ
Publishing
Ulwan,
Abdullah Nashih. (1999). Pendidikan Anak dalam Islam. Jakarta : Pustaka Amani
Yusuf,
Syamsu. 2012. Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung : Rosda Karya